Surabaya, mediarakyatdemokrasi.com- Pimpinan Bank Jatim Cabang Magetan, Putu Harry Sasmita, S.Kom, M.MT meski jadi pesakitan karena membobol uang perusahaan senilai Rp 14,5 miliar, tetap saja menerima gaji bulanan.
Seperti yang diberitakan oleh Potretkota.com. Hal itu terkuak saat warga Wanorejo Selatan Surabaya yang rumahnya dipakai praktek dr Ketut Wahyu Farmadewi, memberikan keterangan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.
Pria kelahiran Denpasar April 1981 ini masih dapat gaji bulanan dari Bank Jatim meskipun menjadi tahanan penyidik Agustus 2021 lalu.
"Gaji saya Rp 19 juta, sekarang dipotong 50%," ungkap Putu Harry Sasmita.
Tidak hanya itu, Drs. Malakin, M.M., mantan Pimpinan Bank Jatim Cabang Magetan tahun 2016 pernah menjadi pesakitan karena menyalurkan kridit puluhan miliar.
Karena disalahgunakan, pria kelahiran Banyuwangi 1964 ini oleh Ketua Majelis Dr. Artidjo Alkostar, S.H., LLM dijatuhkan pidana perbankan selama 3 tahun denda Rp 5 miliar subsider 3 bulan kurungan. Tidak terima dengan putusan Nomor 287 K/Pid.Sus/2017, Malakin melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali disingkat (PK).
Karena tidak dipenjara, tahun 2018 Malakin malah dihadiahi jabatan staff di Divisi Resiko Kredit Kantor Pusat Bank Jatim.
Sementara itu, berita terkait Bank Jatim ini tak hanya disitu, Pengelolahan perusahaan milik negara/daerah selain sebagai pelayanan publik, namun juga dipergunakan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Hal itu seperti yang termaktub dalam UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN atau UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah selaku pengelolah BUMD.
Sayangnya, pengelolahan BUMD yang ada di Jawa Timur, sempat mendapatkan rapor merah dari kelompok akademisi, bahkan bukan hanya itu, dari kalangan aktivis juga sempat menyoroti dasar Pengelolahan perusahaan plat merah yang ber implikasi merugikan negara. Kalau hanya terus merugi, buat apa dipertahankan? Mungkin pertanyaan ini yang saat sekarang timbul dibenak para pengkritik kebijakan yang dianggap tidak pro rakyat.
Baru-baru ini, seperti yang diketahui bersama dari beberapa perusahaan plat merah daerah, yang menjadi sorotan adalah PT Bank Jatim yang sempat beberapa waktu yang lalu mendapatkan rapor merah dari kelompok akademisi, bahkan saking geramnya mereka menggelar aksi di depan kantor Bank Jatim di jalan Basuki Rahmat Surabaya.
Dan yang terbaru, Bank Jatim Syariah cabang Sidoarjo yang diduga menggunakan data pelamar kerja dalam hal ini KTP dan KK untuk mengajukan kredit yang diduga fiktif, dapat mencairkan hingga mencapai dana senilai Rp.25 Miliar lebih.
Sungguh ironis, bagaimana perusahaan-perusahaan yang seharusnya dipergunakan sebagai asas pemanfaatan kebutuhan rakyat, harus di kelolah oleh oknum-oknum yang dianggap kurang kompeten dan sangat merugikan. Sehingga dapat dikatakan hanya sebagai pengurasan APBD demi keuntungan pribadi/golongan yang dapat merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Sebagai pengelolah daerah dalam hal ini Gubernur Jawa Timur dan terwakili sebagai pembina dalam hal ini adalah Biro Perekonomian, maka perlu memberikan masukkan yang perlu disampaikan kepada masyarakat khususnya, mengingat persoalan ini bisa dikatakan hampir ber ulang kali dan diduga hampir tidak ada tindakan yang signifikan, sehingga persoalan-persoalan tersebut terus menggelinding seperti bola liar.
Namun, hingga berita ini diturunkan. Iwan S Hut selaku Kabiro Perekonomian Jawa Timur, belum memberikan klarifikasi atas persoalan yang menyangkut perusahaan plat merah milik daerah Jawa Timur dibawah binaannya. (mrd)