Surabaya, mediarakyatdemokrasi.com- Upaya pengusutan dugaan praktek Korupsi hingga penyalahgunaan wewenang oleh pejabat di Kantor Dinas Koperasi dan UKM Jawa Timur yang terus dilakukan oleh media dan LSM yang tergabung dalam Media Rakyat Demokrasi Grup (MRD Grup) dibongkar oleh Achmad Anugrah selaku pimpinan.
Mengapa ia getol dalam melakukan upaya hukum yang dianggap melawan yang diduga mengarah kepada pejabat tinggi di lingkungan Pemprov Jawa Timur?
Menurutnya, ia telah mendapati banyak data dan fakta yang dinilai sangat janggal hingga mengarah pada kepastian perbuatan tindak pidana Korupsi yang terbungkus rapi karena diduga pelakunya sebagai pembuat atau perncana program hingga melibatkan pihak lain yang dianggap berkompeten di bidangnya.
"Pertama, soal dugaan penjualan aset kantor yang dianggap sudah tak terpakai. Info ini sebenarnya A1 mulai dari nama hingga jabatannya. Karena yang memberikan info ya orang dalam sendiri. Gak mungkin dong saya tau nama dan jabatannya, kan saya bukan pegawai. Lha makanya itu saya minta pihak Inspektorat yang melakukan eksekusi dengan melakukan investigasi, karena info yang saya dapat itu banyak yang mengetahui, cuman mereka takut untuk membuka suara karena diduga mendapat ancaman terkait pekerjaan, terutama pada pegawai kontrak yang khawatir tak diperpanjang." Ungkapnya.
"Kedua soal perjalanan dinas. Jadi berdasarkan info yang saya dapat, mereka ini yang membuat program di Dinkop, mereka atur sendiri, dan yang lucunya lagi. Mereka juga diduga membuat nota palsu atau nota beli untuk kendaraan yang dipakai. Padahal yang dipakai jalan mobil mereka sendiri. Ini juga sudah saya lampirkan dalam surat saya." Imbuhnya.
"Ketiga soal laporan pertanggung jawaban soal program One Pesantren One Product (OPOP), ini saya perlu tegaskan lagi. Bahwa program tersebut sangat baik dan ketika pelaksanaanya lurus-lurus aja, kita sangat mendukung, cuman dikarenakan ada temuan yang sangat janggal mulai dari penerimaan anggaran hingga pelaksanaan yang tidak transparan dan diduga kuat sebagai ladang korupsi terutama pada pembiayaan pengadaan barang dan jasa, ini yang membuat saya tergelitik untuk terus melakukan upaya pengusutan. Mengingat program ini ada unsur dibidang keagamaan, yang jika secara syariat, dana awal yang dipakai ini bisa melumuri antara haram dan halal dalam penggunaanya."
Masih soal OPOP. "Jadi begini, saya jelaskan secara singkat saja. Intinya Program OPOP ini berdasarkan data dan temuan yang saya punya pada tahun 2020-2024. Mereka ini melaksanakan berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari Gubernur Jawa Timur dengan nama tim penguatan OPOP Jatim. Dimana berdasarkan SK tersebut, dana pelaksanaan atau operasional yang dipergunakan dari Dinas Koperasi dan UKM Jatim dan itu ada kode rekeningnya. Setelah itu mereka (tim penguatan) yang diberi mandat ini diduga telah mendatangi beberapa petinggi untuk menawarkan konsep OPOP. Dan ada beberapa yang masuk ke saya, mereka lebih menekankan ini program Gubernur seharusnya wajib didukung. Ya otomatis sebagai dugaan kuat saya, mereka merasa Ter intimidasi, apalagi waktu itu saat pandemi, bisa jadi mereka memutar otak dan muncullah bahasa revokusing anggaran, padahal anggaran untuk Covid kan ada sendiri dari Pemerintah Pusat." Ungkapnya..
Lebih lanjut soal OPOP. "Selain pelaksanaan, saya juga mendapati informasi terkait sistem pengadaan barang dan jasanya, dan ini malah dari oknum yang namanya ada dalam SK tersebut, dimana pengadaannya yang seharusnya nilai Rp200juta keatas yang seharusnya melalui tender atau lelang, itu dipotong kecil-kecil yang akhirnya disulap jadi metode Penunjukkan Langsung atau Pengadaan Langsung (PL), itu masih ada bukti chatnya sampai saat ini sama saya." Urainya.
"Masih banyak lagi kejanggalannya, dimana pihak Dinkop saat memberikan informasi terkait pelaksanaan program OPOP, itu juga sudah saya mohonkan dalam persidangan Komisi Informasi Jatim, mereka sepakat memberikan informasi, tapi lucunya hanya memberikan selembar saja, yang diberikan kejelasan secara rinci yang antaralain sumber dananya dari mana, dan tanggal pelaksanaanya kapan juga gak di lampirkan, ini sama saja menciderai kesepakatan yang telah disepakati saat mediasi di KI Jatim, sedangkan kita tau bahwa berdasarkan SK dan Pergub tentang OPOP sumber dananya kan dari APBD atau swasta yang tidak mengikat, lha mereka ini seperti main-main dengan uang rakyat. Terbukti, saya malah menemukan data lain melalui Syrup LKPP tahun 2020, banyak kegiatan OPOP yang tidak dimasukkan dalam rincian, termasuk saat saya tanyakan terkait pelaksanaan dan diakui mereka memakai acuan SK Gubernur tahun 2020, ini malah janggal sekali. Karena SK tersebut baru ditandatangani tanggal 21 Desember 2020, tapi kenapa kok sudah ada pelaksanaan sebelum SK ditetapkan, pertanyaan saya waktu itu, kok bisa?." Ungkapnya.
Maka dari itu, berdasarkan temuan-temuan tersebut, ia meminta kepada Inspektorat Jawa Timur untuk melakukan audit dan mengajak kerjasama untuk melakukan upaya pengusutan yang diduga kuat adanya praktek KKN di Kantor Dinas Koperasi dan UKM Jatim.
"Sayangnya, di Inspektorat sendiri sudah 7 (tujuh) bulan lebih setelah dikirimi surat belum diketahui hasil pengungkapan kasus yang dianggap mencederai jargon Jatim bersih korupsi tersebut." Pungkasnya. (red)