Surabaya, mediarakyatdemokrasi.com- Persoalan pekerja migran yang sempat diberangkatkan oleh PT Perwita Nusaraya pada tahun 2014 lalu, dimana bernama Dewi sebagai pekerja mengaku pulang tanpa membawa apa-apa, yang diwadulkan ke UPT Pelayanan dan Perlindungan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur. (UPT P2TK), nampaknya masih belum mendapatkan titik temu.
Didampingi Achmad Anugrah selaku ketua LSM GARAD Indonesia, pihak pekerja telah mendapatkan undangan pertemuan di kantor UPT P2TK ruangan Parleva untuk dilakukan mediasi dengan pihak PT Perwita Nusaraya.
Namun sayangnya, pertemuan tersebut tampak buntu belum mendapatkan solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak.
"Sempat terjadi perdebatan antara kami yang mewakili pekerja dengan perwakilan PT Perwita, karena menurut kami, pihak Perusahaan belum memberikan solusi minimal 60% dari subtansi persoalan." Ujar yang akrab dipanggil Achmad Garad ini di parkiran kantor P2TK, Jl Bendul Merisi Surabaya. Rabu (20/09/2023).
Diketahui, adanya perdebatan dikarenakan pihak PT Perwita seolah tidak menjaring aspirasi apa yang telah menjadi pengaduan pekerja, malah terkesan mencari pembenaran diri.
"Contohnya terkait dokumen dalam hal ini surat nikah, pekerja ini kan sudah mengaku bahwa dibawa oleh agen yang membawanya ke PT Perwita, sehingga asumsi kami, agen tersebut kan bagian dari perusahaan. Bukan memberikan solusi tapi malah seolah lepas tangan karena agen yang dimaksud adalah orang freelance, ya masak pekerja ini tau, yang tau kan pihak perusahaan. Pekerja ini kan taunya yang membawa itu ya bagian dari PT Perwita." Ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Dewi selaku Pekerja mengaku waktu itu ia membaca iklan lowongan dari koran, setelah itu ia menghubungi nomor yang tertera. Dan oleh pihak tersebut diantarkan ke PT Perwita Nusaraya yang ber alamat di Jl Raya By Pass Krian no 31 Sidoarjo.
Ia diberangkatkan ke Singapura, namun setelah bekerja di dua majikan, karena menurut sumber tidak bisa menghubungi keluarga dan tidak bisa mengirim uang, akhirnya ia pergi minta bantuan pihak KBRI, setelah itu dipulangkan ke Indonesia dengan tidak membawa apa-apa, bahkan paspor tidak diberikan.
Karena ada pertimbangan dan dibayang-bayangi ketakutan, pihak Dewi tidak berani melaporkan kejadian tersebut kepada PT Perwita Nusaraya yang ada di wilayah Krian Sidoarjo tersebut.
"Sempat tadi dari perwakilan PT Perwita mempertanyakan kenapa tidak melaporkan, namun oleh pihak suami Dewi mengaku bahwa dirinya tidak berani, takut nantinya bakal dikarantina lagi. Apalagi di lokasi PT berupa gedung yang tertutup rapat, ia tidak berani." Ungkap Garad.
Dalam sesi perdebatan, diketahui perwakilan PT Perwita kepergok mem foto dirinya dengan sembunyi-sembunyi.
Hal itu dianggap tidak menyelesaikan persoalan malah menambah persoalan baru.
"Saya akan segera mensomasi PT Perwita, karena telah diduga kuat melanggar UU ITE terutama pasal 27 ayat 3 dan pasal 45 ayat 3." Ujarnya.
Agenda tersebut, akhirnya deadlock. Namun dari pihak pekerja melalui LSM pendamping memberikan waktu selama 7 (tujuh) hari kepad PT Perwita Nusaraya untuk melakukan upaya-upaya penyeleseian sebagai bentuk solusi yang lebih kongkrit.
"Terhitung setelah pertemuan ini, kita deadline hingga 7 hari kedepan. Jika masih belum ada hasil yang kongkrit. Kita akan upaya lanjutan dengan membawa persoalan ini ke ranah hukum dengan dugaan tindakan pidana perdagangan manusia/orang." Pungkasnya. (tim)