Surabaya, mediarakyatdemokrasi.com- Spekulasi terpilihnya Sekdaprov Jatim yang baru dilantik oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansah beberapa waktu yang lalu dimana diketahui bersama Adhy Karyono yang telah mengalahkan 2 (dua) pesaingnya yakni Nurkholis Kadis ESDM dan Jumadi Kadis Kehutanan.
Masih menimbulkan pertanyaan besar. Kenapa dan ada apa?
Seperti diketahui, Adhy Karyono yang diduga terlibat dalam pusaran korupsi bantuan sosial (Bansos) Kementerian Sosial (Kemensos) RI.
Namun diwaktu-waktu krusial tetap dipilih sebagai jabatan madya utama di lingkungan Pemprov Jatim. Yakni Sekertaris Daerah (Sekda).
Khofifah Indar Parawansah selaku Gubernur Jawa timur, yang juga sangat mencengangkan dengan melaksanakan pelantikan yang menurut berbagai sumber, bahwa dirinya mempercepat kepulangannya dari pelaksanaan ibadah Haji.
Namun setibanya, selang sehari sudah melakukan kegiatan pelantikan tersebut, kayak ngebet sekali.
Dirangkum dari berbagai sumber lembaga survey. Khofifah Indar Parawansah termasuk menjadi bidikan minimal sebagai Wapres di Pilpres 2024 nanti.
Apakah dipilihnya Adhy Karyono ini ada hubungannya dengan itu?
Diketahui bersama, Khofifah Indar Parawansah yang juga sebagai mantan Menteri Sosial itu, adalah perempuan satu-satunya yang bisa dikatakan sebagai mewakili kelompok religius diantara kandidat perempuan lainnya.
Hal itu dibuktikannya ketika dia tetap maju dalam pertarungan Pilkada Jatim dan berhasil memenangkan hingga kini menjadi Gubernur.
Kini, dengan dipilihnya Adhy Karyono sebagai Sekdaprov Jatim definitif, spekulasi dilapangan bermunculan. Dimana Khofifah diduga menggunakan sistem oligarki politik yang kental.
Namun dapat diasumsikan sebagai bentuk langkah Politik 2 (dua) kaki yang antara lain lolos Capres/Cawapres atau bertahan sebagai Gubernur.
Sebagai stakeholder penyeimbang serta pengkritisi kebijakan. Rakyat yang khususnya di Jawa Timur, bisa dikatakan dijadikan sebagai penonton yang baik saja.
Tidak perlu bersuara yang lantang, karena nyaris tak terdengar. Didengar pun juga tak digubris. Karena dianggap tak sejalan dengan aturan yang diterapkan.
Namun hal ini masih sebatas catatan. Dimana pergerakan yang mengedepankan asas demokrasi sebagai pijakan.
Hal tersebut pun apabila dibenarkan. Juga masih dalam batas kewajaran. Karena bagaimanapun, hal ini bisa saja atau bahkan banyak terjadi di era Negara yang mengedepankan sistem Demokrasi dalam menentukan pemangku kebijakan. Wallahualam. (Catatan Rakyat Demokrasi)