Surabaya, mediarakyatdemokrasi.com- Belum adanya pencabutan secara resmi dari pemerintah, mata uang rupiah pecahan tujuh puluh lima ribu sulit untuk dibelanjakan, rata-rata pedagang menengah tidak mau menerima uang yang diproduksi saat memperingatkan HUT RI yang ke 75 tahun tersebut.
Hal itu seperti yang disampaikan oleh seorang wanita paruh baya warga Surabaya Utara yang mengaku tak bisa berbelanja dikarenakan pedagang tidak mau menerima uang dengan pecahan nominal Rp75ribu tersebut.
"Saya sudah keliling dari beberapa warung, mereka tidak mau terima, alasannya karena tidak ada yang pakai uang ini." Ujarnya kepada media ini. Jum'at (2/4/2025).
Ia juga mengaku, bahwa uang belanja yang dimilikinya itu berasal dari suaminya yang bekerja di perusahaan swasta di Surabaya.
"Sisa uang belanja dari suami. Karena juga masih nunggu gajian." Ungkapnya.
Dikarenakan pedagang tidak ada yang mau terima uang tersebut, ia tidak bisa membuat lauk untuk dihidangkan.
"Terpaksa, kita makan seadanya saja, untung masih ada telur jadi saya goreng sama buat sambal saja." Pungkasnya.
Dilansir dari Kompas.com Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, M. Anwar Bashori menyatakan bahwa uang Rp 75.000 masih menjadi alat pembayaran yang sah.
Uang pecahan yang disebut juga sebagai Uang Peringatan Kemerdekaan 75 Tahun Republik Indonesia (UPK 75) ini merupakan uang commemorative atau uang peringatan.
“Sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/11/PBI/2020 Pasal 12, UPK 75 mulai berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di seluruh wilayah NKRI sejak tanggal 17 Agustus 2020,” kata dia kepada Kompas.com, Rabu (9/4/2025).
Ia menambahkan, sampai dengan saat ini Bank Indonesia belum melakukan pencabutan dan penarikan dari peredaran atas UPK 75.
Dengan begitu, uang Rp 75.000 tersebut masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di seluruh wilayah Indonesia.
“Merupakan alat pembayaran yang dapat digunakan masyarakat dalam kegiatan transaksi sehari-hari,” ungkap Anwar.
Menurut Anwar, bahwa setiap masyarakat dilarang untuk menolak uang Rp 75.000 sebagai alat pembayaran atau transaksi.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
“Diatur tentang larangan setiap orang untuk menolak menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran di wilayah NKRI kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah,” ujar Anwar.
Sementara bagi seseorang yang menolak uang Rp 75.000 tersebut, akan dikenakan sanksi pidana dan denda. Sanksi itu sesuai Pasal 33 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
“Pelanggaran atas ketentuan Pasal 23 ayat (1) diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200 juta,” pungkas Anwar. (red)