Surabaya, mediarakyatdemokrasi.com- Diduga rumah dinas Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur Iwan S Hut dipindahtangankan menjadi alih fungsi usaha atau bisnis yang disinyalir telah melanggar aturan dalam penatausahaan rumah dinas.
Diketahui, rumah dinas di area Surabaya selatan yang seharusnya menjadi hunian pejabat golongan IV/d atau IV/e tersebut diduga telah disewa hingga kabar dugaan mencuat telah diperjual belikan tersebut telah berfungsi untuk usaha bisnis kuliner warung makan Penyetan.
Atas hal itu, media ini telah mengulik atas keberadaan Rumah Dinas pejabat yang telah dipindahtangankan untuk usaha/bisnis, apakah diperbolehkan? Simak artikelnya sebagai berikut.
Definisi Rumah Negara
Rumah negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan atau pegawai negeri.
Dalam menghuni rumah negara penghuni diwajibkan untuk: membayar sewa rumah negara yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; membayar pajak-pajak, retribusi, dan lain-lain yang berkaitan dengan penghunian rumah negara; dan membayar biaya pemakaian daya listrik, telepon, air, dan/atau gas.
Selanjutnya, apabila rumah negara tidak dihuni, beban biaya berada pada tanggung jawab kuasa pengguna barang.
Selain tiga kewajiban tersebut di atas, penghuni rumah negara juga wajib memiliki surat ijin penghunian (SIP) atau surat keputusan penunjukan penghunian oleh pejabat berwenang, dan menandatangani pernyataan di atas materai yang sekurang-kurangnya menyatakan:
1) kesediaan menjaga rumah negara yang dihuni;
2) kesediaan meninggalkan rumah negara apabila tidak berhak lagi (pensiun/mutasi) dan/atau SIP tidak berlaku lagi;
3) tidak mengubah bentuk rumah negara tanpa ijin dan terhadap segala perubahan yang dizinkan tidak akan menuntut ganti kerugian; dan
4) tidak menggunakan rumah negara untuk kepentingan komersial/bisnis.
Penatausahaan Rumah Negara
Penggolongan rumah negara dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Rumah Negara Golongan I adalah rumah negara yang dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut.
2. Rumah Negara Golongan II adalah rumah negara yang mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh pegawai negeri dan apabila telah berhenti atau pensiun rumah dikembalikan kepada Negara.
3. Rumah Negara Golongan III adalah rumah negara yang tidak termasuk Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya penatausahaannya dilakukan di Kementerian PUPR.
Standar/tipe rumah negara dibagi atas 6 tipe berdasarkan peruntukannya yaitu:
1. Tipe Khusus diperuntukan bagi Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Kepala Lembaga Tinggi Negara, dan Pejabatpejabat yang jabatannya setingkat dengan Menteri, dengan luas bangunan 400 m2 dan luas tanah 1000 m2;
2. Tipe A diperuntukan bagi Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Badan, Deputi, dan Pejabat yang jabatannya setingkat Eselon I atau Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/e dan IV/d, dengan luas bangunan 250 m2 dan luas tanah 600 m2;
3. Tipe C diperuntukan bagi Direktur, Kepala Biro, Inspektur, Kepala Pusat, Kakanwil, Asisten Deputi, Sekretaris Direktorat Jenderal, Sekretaris Badan, dan Pejabat yang jabatannya setingkat Eselon II atau Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/d dan IV/e, dengan luas bangunan 120 m2 dan luas tanah 350 m2;
4. Tipe C diperuntukan bagi Kepala Sub Direktorat, Kepala Bagian, Kepala Bidang, Pejabat yang jabatannya setingkat Eselon III atau Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/a sampai dengan IV/c, dengan luas bangunan 70 m2 dan luas tanah 200 m2;
5. Tipe D diperuntukan bagi Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian, Kepala Sub Bidang, Pejabat yang jabatannya setingkat Eselon IV atau Pegawai Negeri Sipil Golongan III/a sampai dengan III/b, dengan luas bangunan 50 m2 dan luas tanah 120 m2; dan
6. Tipe E diperuntukan bagi Kepala Sub Seksi, Pejabat yang jabatannya setingkat atau Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d kebawah, dengan luas bangunan 36 m2 dan luas tanah 100 m2.
Selanjutnya, rumah negara yang kondisinya rusak berat dalam pembukuan dicatat statusnya sebagai rumah negara dengan kondisi rusak berat, dan dimintakan surat rekomendasi/surat keterangan rusak berat dari instansi terkait untuk selanjutnya diusulkan penghapusannya.
Sementara itu, rumah negara yang dalam kondisi baik dan/atau rusak ringan namun tidak berpenghuni dapat dioptimalisasi dengan cara:
1. dihuni oleh pegawai lain meski tidak sesuai dengan tipe rumah negara dan/atau peruntukannya;
2. dihuni oleh pegawai lain sesama pengguna barang yang sama;
3. diusulkan penggunaan sementara oleh pengguna barang yang lain untuk selanjutnya dihuni;
4. diserahkan kepada pengelola barang/kementerian keuangan sebagai BMN Idle; atau
5. dialihkan status penggunaannya ke pengguna barang yang lain.
Begitulah penjelasan terkait rumah dinas yang ditulis oleh Eka Putra Bachtiar selaku pelaksana pada Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara KPKNL Kabupaten Mamuju.
Atas hal itu juga, media ini akan terus melakukan upaya penelusuran dan akan mengkonfirmasi pihak-pihak terkait termasuk ke Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) Pemprov Jatim. (red/bersambung)