Jakarta, mediarakyatdemokrasi.com- Gubernur Papua Lukas Enembe telah menjadi tersangka korupsi soal suap proyek di APBD Papua. Lukas Enembe tidak langsung diboyong oleh KPK karena alasan kesehatan.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka satu pekan ini, Lukas Enembe tak kunjung memenuhi panggilan pemeriksaan di Jakarta.
Melalui kuasa hukum Lukas Enembe, Stevanus Roy Rening, meminta KPK tidak lagi mengeluarkan wacana melakukan penjemputan paksa karena dapat berdampak pada kesehatan, Rabu (28/9/2022).
"Siapa yang akan bertanggung jawab bila tiba-tiba tensi Gubernur Enembe naik 200, karena sebelumnya beliau sudah empat kali mengalami stroke," kata Roy, dilansir dari Antara.
Dalam kesempatan yang sama, Roy juga mengabarkan kondisi terbaru Lukas Enembe. Kesehatan Gubernur Papua tersangka korupsi itu mulai membaik. Obat yang dibeli dari Singapura juga telah tiba sejak tiga hari lalu.
"Memang dokter pribadi Gubernur Enembe, saat ini sedang berupaya mendatangkan dokter yang menangani sakit beliau, dari Singapura," kata Roy.
Sebelumnya diberitakan oleh KOMPAS.TV, Ketua Komnas HAM telah datang menjenguk Lukas Enembe di kediaman pribadinya di Koya, Kota Jayapura, pada Rabu (28/9).
Saat ditemui, Gubernur Enembe menyatakan dirinya sakit dan tidak bisa duduk banyak, serta bergantung pada dokter pribadi.
Masih dalam kesempatan yang sama, Gubernur Papua itu juga sempat berbicara dengan Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, melalui telepon seluler milik Roy.
Roy mengeklaim bahwa KPK bakal melakukan penyelidikan dengan menghormati hak asasi manusia.
Sedangkan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko meminta Gubernur Papua Lukas Enembe untuk kooperatif dan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia pun mengatakan kemungkinan adanya pengerahan aparat TNI, untuk memanggil paksa Gubernur Papua Lukas Enembe, apabila masih berlindung di balik masyarakat yang mendukungnya.
"Kalau mereka dalam perlindungan masyarakat yang dalam pengaruhnya Lukas Enembe, apa perlu TNI dikerahkan untuk itu? Kalau diperlukan, ya apa boleh buat," kata Moeldoko dalam konferensi pers, Kamis (29/9/2022).
Dia juga menegaskan kasus gratifikasi Lukas Enembe benar-benar persoalan hukum, dan tidak ada sangkut pautnya dengan politik.
Moeldoko pun mengaku enggan menghakimi Lukas di depan publik. Namun dia mengingatkan semua masyarakat harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
"Ya saya mungkin bisa lebih keras lagi berbicara, karena ini persoalannya soal hukum murni, bukan persoalan politik. Maka siapapun harus mempertanggungjawabkan di hadapan hukum." kata dia menegaskan.
"Tidak ada pengecualian."
Mantan Panglima TNI era Presiden SBY ini juga menyebut dana yang telah digelontorkan Presiden Joko Widodo dan pemerintah untuk pembangunan Papua harusnya digunakan untuk pemerataan pembangunan di provinsi tersebut.
Oleh karenanya, Moeldoko meminta agar perhatian presiden dan pemerintah tidak disalahgunakan.
"Jangan justru kebijakan afirmatif itu diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Kita tunggu saja proses hukumnya. Intinya adalah siapapun harus mempertanggungjawabkan di depan hukum," ujarnya.
Dia pun mendorong KPK bekerja lebih keras lagi dalam menindak Lukas Enembe yang telah berstatus tersangka dugaan suap.
"Saya tak melangkahi praduga tak bersalah, itu urusan penegak hukum. KPK harus bekerja lebih keras lagi untuk ambil langkah-langkah atau proses hukum," ungkapnya.
KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Papua.
Meski sudah berstatus tersangka, Lukas belum kunjung ditahan. Dia juga sudah dua kali tidak memenuhi panggilan KPK dengan alasan sakit.
Ditambah lagi, rumah Lukas Enembe dijaga massa yang diduga dikerahkan oleh Gubernur Papua tersebut.
Sejumlah demonstrasi pun digelar di Papua untuk menolak penangkapan Lukas. (mrd/Tribunnews)